Friday, May 13, 2011

Gugatan Terbelit Leasing Alphard Bermasalah

Hanya sebentar hati Arita Riahati Panjaitan berbunga-bunga menikmati mobil anyar idamannya, Toyota Alphard. Setelah itu, ia pusing tujuh keliling. Selain mobilnya disita polisi, Arita dan suaminya, Herman Garcia L. Tobing, digugat pula secara perdata. Perempuan 47 tahun itu pun merutuk-rutuk. ''Apes aku. Kalau tahu bakal begini, tak mau aku ambil leasing sama Bank Panin,'' katanya kesal.

Mobil mewah yang diperoleh lewat fasilitas kredit Bank Panin itu ternyata bermasalah. Surat-suratnya, baik STNK (surat tanda nomor kendaraan) maupun BPKB (buku pemilik kendaraan bermotor), tak jelas juntrungannya. Karena itulah, Arita menyetop angsuran dan meminta Bank Panin selaku kreditur membereskan dulu surat-surat mobil yang diduga hasil penggelapan oleh pihak dealer tersebut.

Tapi Bank Panin tetap keukeuh menuntut debitur mengangsur pinjamannya. Persoalan ini pun bergulir ke meja hijau. Bank Panin, melalui pengacara Muchlis Azwar Alamsyah, menggugat Herman dan Arita ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tergugat dituntut membayar tunggakan pinjaman plus bunga dan denda, yang totalnya Rp 253,85 juta.

Herman dan Arita melakukan perlawanan hukum melalui pengacara Edemarau Purba. Dalam gugatan rekonvensinya, Edemarau meminta majelis hakim menyatakan batal demi hukum semua perjanjian kredit kliennya dengan Bank Panin itu serta menghukum tergugat rekonvensi mengembalikan uang cicilan yang telah disetor sebesar Rp 459 juta, plus bunganya 2,5% per bulan, terhitung pembayaran angsuran terakhir pada Desember 2006.

''Kami juga meminta majelis hakim meletakkan sita jaminan (conservatoir beslaag) atas harta kekayaan tergugat rekonvensi sebesar nilai uang yang telah disetor klien kami, ditambah seluruh bunganya,'' kata Edemarau Purba kepada Gatra. Penggugat rekonvensi sekalian minta majelis menghukum tergugat rekonvensi membayar kerugian imateriil Rp 1 milyar.

Menjelang Lebaran lalu, setelah bersidang tujuh bulan, majelis hakim yang diketuai Sugeng Ryono memutus perkara tersebut dengan ''posisi draw''. Gugatan kedua pihak ditolak. Sayang, salinan putusan itu belum diserahkan kepada pihak-pihak yang berseteru. Upaya wartawan Gatra Sukmono Fajar, yang mencoba menelusurinya di panitera pengadilan, juga nihil. Sedangkan Sugeng belum bisa dihubungi.

Atas putusan itu, Edemarau menyatakan kecewa dan banding. ''Klien saya tidak bersalah. Sepatutnya gugatan rekonvensi dikabulkan, sehingga paling tidak uangnya (yang telah dibayarkan tersebut) bisa kembali,'' kata Edemarau. Pihak Panin juga banding. Malah, kabarnya, Muchlis tengah menyusun gugatan baru. Terhadap strategi lawan ini, ''Kami siap menghadapi,'' tutur Edemarau.

Kasus leasing bermasalah itu mulai membelit Herman dan Arita sejak Oktober 2005. Mulanya Arita --ibu tiga anak warga Serang, Banten-- kepincut Toyota Alphard. Herman, sang suami yang dokter spesialis, mendukung hasrat sang istri. Mereka menemukan mobil idaman itu lewat iklan baris di koran nasional terbitan September 2005. Mobil built-up 100% anyar itu ditawarkan Sunjaya Motor.

Arita tertarik dan menelepon showroom mobil di Jalan Mangga Besar, Jakarta Barat, itu. Keesokan harinya, pegawai Sunjaya Motor bernama Lusy mendatangi Herman dan Arita di kediaman mereka di Serang. Lusy tak dapat menunjukkan dokumen mobil keluaran tahun 2005 tersebut, dengan alasan sedang diurus di Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya bersama delapan unit Alphard lainnya. Lusy hanya menyebutkan nomor mesin dan nomor rangka serta harga mobil yang dipatok Rp 575 juta.

Herman dan Arita percaya saja. Apalagi, Lusy mengatakan dapat membantu mendapatkan fasilitas kredit dari Bank Panin, yang dikatakannya punya hubungan baik dan sudah lama menjadi mitra Sunjaya Motor. Dalam pikiran calon debitur tersebut, Bank Panin yang punya nama besar tak mungkinlah gegabah mengucurkan kredit untuk pembiayaan objek yang bermasalah.

Masih pada bulan September itu, Lusy kemudian datang lagi ke rumah Arita bersama pegawai Bank Panin bernama Heri. Pada kesempatan itu, Heri menegaskan bahwa Bank Panin akan ikut serta mengurus surat-surat kendaraan tersebut yang menjadi tanggung jawab pihaknya. ''Heri juga mengatakan, kalau surat mobil tidak dapat diurus pihak bank (Panin), kredit pasti ditolak,'' kata Edemarau Purba.

Herman dan Arita pun setuju, lalu membayar uang muka ke pihak Sunjaya Motor sebesar 25%, Rp 143.750.000, dengan cara melego mobil Suzuki XL7 dan Suzuki APV milik mereka ke pihak Sunjaya. Kedua mobil ini dihargai Rp 215 juta. Kekurangannya, Rp 431.250.000, ditutup dengan kredit yang dikucurkan Bank Panin Cabang Puri Niaga Jakarta pada 27 Oktober 2005 dan ditransfer langsung ke rekening Sunjaya.

Bulan demi bulan berlalu, surat-surat mobil itu belum juga beres. Satu-satunya ''identitas'' yang jadi pegangan adalah selembar surat tilang palsu, yang menyebutkan bahwa STNK mobil ditahan karena pelanggaran lalu lintas. Tak ayal, mobil anyar tersebut hanya diparkir di halaman rumah. Lucunya, meski identitas belum beres, mobil itu mendapat polis asuransi dari PT Asuransi Multi Artha Guna. Selain itu, sudah resmi pula dijadikan jaminan fiducia oleh kreditur.

Herman dan Arita yang tadinya happy mulai gundah. Kendati begitu, Herman masih mencicil pinjaman berjangka waktu dua tahun itu sampai angsuran ke-15. Karena surat-surat mobil tak juga jelas, akhirnya Arita minta suaminya menyetop angsuran. Konsekuensinya, Herman di-blacklist oleh Bank Indonesia atas laporan pihak Bank Panin.

Atas desakan debitur, pihak Bank Panin mengakui ada masalah dengan surat-surat mobil itu, dan dealer-nya sudah tutup. Anehnya, dealer-nya disebutkan Terminal Mandiri Mobil, bukan Sunjaya Motor. Bank Panin menyanggupi mengurus surat-surat dimaksud dengan biaya tambahan Rp 250 juta yang ditanggung berdua bersama debitur.

Herman dan Arita menolak. Suami-istri ini kemudian melaporkan status mobil itu ke Polda Metro Jaya. Ternyata mobil Alphard itu milik warga Surabaya yang digelapkan Sunjaya Motor. Pada 16 November 2007, mobil itu pun disita Polda Metro dari tangan Herman. Polisi masih melacak keberadaan Sunjaya Motor.

Atas segala macam kejanggalan ini, Herman dan Arita mengaku tak habis pikir, termasuk atas sikap Bank Panin yang tidak proaktif melaporkan Sunjaya Motor ke polisi. Ketika dikonfirmasi Putri Mira Gayatri dari Gatra, pihak Bank Panin tidak mau berkomentar. ''Kasus ini sudah dilimpahkan ke pengadilan,'' kata Jasman Ginting, Corporate Secretary Bank Panin.

Semula, lantaran tak mau pusing, Herman dan Arita merelakan uang pangkal dan cicilannya amblas. Mereka pun bermaksud melupakan musibah itu. ''Mungkin belum rezeki kami,'' kata Arita. Tapi, karena pihak Bank Panin ngotot menagih tunggakannya dan menempuh jalur hukum, Herman dan Arita pun berang dan siap meladeni. ''Ayo aja, akan kami hadapi sampai di mana pun,'' ujar Arita, mantap.

http://gatra.com/2008-10-29/artikel.php?id=119693

No comments:

Post a Comment